Advertisement

Ilmuwan Peringatkan Bahaya Jatuhnya Satelit Starlink ke Atmosfer Bumi

Ni Luh Anggela
Sabtu, 04 Oktober 2025 - 20:27 WIB
Maya Herawati
Ilmuwan Peringatkan Bahaya Jatuhnya Satelit Starlink ke Atmosfer Bumi Ilustrasi satelit - Lapan

Advertisement

 

Harianjogja.com, JAKARTA—Fenomena jatuhnya satelit Starlink ke Bumi tiap hari memunculkan ancaman baru. Mulai dari sindrom Kessler hingga risiko pada lapisan ozon.

Advertisement

Pensiunan astrofisikawan Harvard Jonathan McDowell mengatakan setidaknya ada satu hingga dua satelit Starlink yang jatuh kembali ke Bumi setiap harinya. Banyaknya benda di angkasa, membuat kondisi atmosfer tergerogoti.

Saat ini, terdapat lebih dari 8.000 satelit Starlink di langit dan jumlah itu terus bertambah. Satelit-satelit tersebut merupakan produk dari perusahaan transportasi luar angkasa SpaceX.

Selain itu, semakin banyak perusahaan dan negara lain yang juga menyebarkan satelit, menambah jumlah satelit di orbit Bumi. Banyak di antaranya berada di orbit rendah Bumi, yang membentang hingga ketinggian 2.000 km di atas planet kita. Seperti Starlink, umur satelit orbit rendah Bumi, hanya sekitar 5 hingga 7 tahun.

Jonathan mengatakan dalam waktu dekat akan ada hingga lima satelit yang memasuki orbit per hari. Dengan semua konstelasi yang dikerahkan, dia memperkirakan sekitar 30.000 satelit orbit rendah Bumi - seperti Starlink, Amazon Kuiper, dan lainnya - dan mungkin 20.000 satelit lagi pada jarak 1.000 kilometer dari sistem China.

“Untuk satelit orbit rendah, kami memperkirakan siklus penggantian 5 tahun, yang berarti 5 kali masuk kembali setiap hari. Belum jelas apakah China akan menurunkan orbit satelit mereka atau hanya mempercepat kita ke sindrom Kessler reaksi berantai,” tutur Jonathan, melansir earthsky.org, Sabtu (4/10/2025).

Sindrom Kessler adalah skenario di mana kepadatan objek di orbit rendah Bumi cukup tinggi sehingga tabrakan antar objek menyebabkan serangkaian tabrakan beruntun, dengan setiap tabrakan menghasilkan puing-puing antariksa yang meningkatkan kemungkinan tabrakan selanjutnya.

Seiring SpaceX meluncurkan semakin banyak satelit Starlink, semakin banyak pula satelit yang jatuh kembali ke Bumi. Kendati begitu, tidak semua satelit jatuh dari orbit karena alasan yang sama.

Selain fakta bahwa beberapa satelit telah mencapai akhir masa pakainya, ada alasan lain mengapa satelit dapat kembali ke orbit. Misalnya, aktivitas matahari yang tinggi dapat memperpendek umur satelit, dan kita baru saja melewati maksimum matahari dan masih dalam periode aktivitas matahari tinggi.

Badai matahari memanaskan atmosfer atas Bumi, menyebabkannya ‘mengembang’. Hasilnya adalah peningkatan hambatan atmosfer: satelit orbit rendah Bumi seperti Starlink (dan ISS, serta satelit pengamat Bumi) mendapati diri mereka terbang di udara yang lebih tebal dari biasanya.

Kepadatan udara ekstra ini menciptakan hambatan aerodinamis, yang memperlambat satelit dan menyebabkannya kehilangan ketinggian.

Operator mungkin dapat meningkatkan beberapa satelit kembali. Namun, jika tidak, satelit tersebut dapat memasuki kembali atmosfer sebelum waktunya. Itulah yang terjadi pada awal 2022, ketika badai matahari menghancurkan 40 satelit Starlink yang baru diluncurkan.

Aktivitas matahari bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan satelit jatuh. Malfungsi juga dapat terjadi. Misalnya, pada 12 Juli 2024, roket Falcon 9 mengalami kegagalan pada tahap kedua, menyebabkan 20 satelit Starlink berada di orbit yang ‘salah’.

“Semua kecuali dua satelit masuk kembali pada hari peluncuran, dan yang terakhir masuk kembali pada tanggal 20 Juli, delapan hari setelah peluncuran,” ujar Jonathan.

Dampak Hancurnya Satelit 

Pada 2023, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) merilis sebuah penelitian ilmiah tentang stratosfer Bumi. Stratosfer merupakan lapisan atmosfer yang berada lebih dari 11 km di atas permukaan Bumi, tempat pesawat jet terbang dan lapisan ozon berada.

NOAA menyatakan bahwa stratosfer mengandung partikel dalam jumlah tak terduga dengan beragam logam eksotis. Para ilmuwan yakin partikel-partikel tersebut berasal dari satelit dan pendorong roket bekas yang menguap akibat panas intens saat memasuki atmosfer.

Para peneliti menemukan partikel yang mengandung unsur langka niobium dan hafnium. Mereka juga menemukan sejumlah besar partikel mengandung tembaga, lithium, dan aluminium dalam konsentrasi yang jauh melebihi kelimpahan yang ditemukan dalam debu antariksa.

Penggunaan unsur-unsur ini dalam paduan tahan panas dan berkinerja tinggi menunjukkan bahwa industri penerbangan antariksa adalah penyebabnya.

Partikel-partikel kecil ini dapat menyerap dan memantulkan sinar matahari. Partikel-partikel ini juga dapat berfungsi sebagai permukaan untuk reaksi kimia perusak ozon.

Selain itu, partikel-partikel ini dapat mengubah atmosfer Bumi dengan cara yang masih belum sepenuhnya di pahami. Penelitian di bidang ini masih berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Damri Terbakar di Tol Jakarta-Cikampek, Tak Ada Korban Jiwa

Damri Terbakar di Tol Jakarta-Cikampek, Tak Ada Korban Jiwa

News
| Minggu, 05 Oktober 2025, 03:57 WIB

Advertisement

Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng

Cantiknya Bangunan Embung di Dataran Tinggi Dieng

Wisata
| Sabtu, 04 Oktober 2025, 13:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement