Advertisement
Kemenkominfo: BTS Terbang Dikaji untuk Tahu Keefektifan Atasi Persoalan Geografis di Indonesia
![Kemenkominfo: BTS Terbang Dikaji untuk Tahu Keefektifan Atasi Persoalan Geografis di Indonesia](https://img.harianjogja.com/posts/2024/01/13/1161355/bts-terbang.jpg)
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mengkaji dampak base transceiver station (BTS) terbang di Indonesia. Termasuk keefektifan dalam mengatasi persoalan geografis di Indonesia.
Seluruh operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Smartfren, akan beralih ke High Altitude Platform Station (HAPS) atau base transceiver station (BTS) terbang cepat atau lambat. Operator akan meletakan base transceiver station (BTS) di udara, bukan di menara lagi. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong mengatakan tengah mengkaji dampak base transceiver station (BTS) terbang di Indonesia. Usman menyebutkan salah satu yang jadi pertimbangan utama adalah keefektifan dalam mengatasi persoalan geografis di Indonesia.
Advertisement
“Masih harus kita kaji lagi ya, sejauh mana efektivitasnya dalam mengatasi persoalan geografis di Indonesia yang cukup menantang dan luas,” ujar Usman dikutip dari Bisnis.com, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo, Ismail menyatakan saat ini dunia internasional tengah melakukan uji coba pada teknologi yang satu ini. “(BTS terbang secara global) Belum, saat ini masih uji coba prototype, tetapi tidak akan lama (mulai digunakan),” ujar Ismail.
Baca Juga
Kemenkominfo: 2024 Targetkan 5.000 BTS 4G di Daerah 3T
Gara-Gara Aksi Kelompok Antipemerintah, Biaya Pembangunan BTS di Papua Membengkak
Kejanggalan Proyek BTS Kominfo Telah Lama Terendus
Ismail mengatakan Indonesia akan mulai mengadopsi BTS terbang ini di seluruh Indonesia saat teknologinya sudah disetujui oleh dunia internasional. Saat ini, Ismail mengatakan Indonesia juga tengah mengkaji dan menyusun regulasi terkait hal tersebut. Menurutnya, Indonesia harus adaptif terhadap teknologi baru. “Makanya teknologi itu tidak bisa dibendung. Jadi harus dilakukan adaptasi akan hal itu, apa manfaatnya, apa ancaman itu dihitung semua bisnisnya,” ujar Ismail.
Lebih lanjut, Isman mengatakan BTS terbang ini diprediksi tidak akan mengganggu penerbangan komersil. Menurutnya, pesawat biasanya akan terbang sekitar 10-11 kilometer di atas permukaan laut, sementara BTS terbang ada di 18-25 km di atas permukaan laut.
Sebagai informasi, World Radiocommunication Conference (WRC) 2023 memutuskan wahana dirgantara super atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia dengan menggunakan empat frekuensi di pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz. Penempatan BTS di udara ini menjadi tahap lanjut perihal pengoperasian BTS, yang selama ini cenderung diletakan di tanah dan menempel dengan menara telekomunikasi. Maka, tidak heran jika HAPS kemudian disebut sebagai BTS terbang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
![alt](https://img.harianjogja.com/posts/2024/07/24/1182437/taman-ablekambang.jpg)
Taman Balekambang Solo Resmi Dibuka Kamis 25 Juli 2024, Segini Tarif Masuk dan Jam Operasionalnya
Advertisement
Berita Populer
- Dianggarkan Rp5,2 Miliar, Perbaikan Museum Gunung Merapi Berlanjut di Tahun Ini
- Polisi Didesak Tangkap Pembawa Sajam yang Sebabkan Mahasiswa Unisa Jatuh dan Meninggal Dunia
- Dua Tahun Tutup, Museum Gunung Merapi Bakal Buka Lagi Akhir Tahun Ini
- Ini Bentuk-Bentuk Kerawanan Pilkada Bantul versi KPU
- Pertahankan Fungsi 2 Terminal Tipe C, Pemkab Kulonprogo Perpanjang Sewa Tanah Kas Desa
Advertisement
Advertisement