Advertisement
Kloning Suara hingga Chatbot, Ekstremis Gunakan AI Sebar Ideologi
Bendera ISIS. - REUTERS/Ali Hashisho
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kelompok ekstremis global, termasuk ISIS dan neo-Nazi, mulai mengeksploitasi teknologi AI seperti chatbot dan kloning suara untuk menyebarkan propaganda di media sosial dan platform terenkripsi.
“Penggunaan terjemahan berbasis AI oleh teroris dan ekstremis menandai perkembangan signifikan dalam strategi propaganda digital,” ujar Lucas Webber, analis intelijen ancaman senior di Tech Against Terrorism, seperti dikutip dari The Guardian, Senin (29/12/2025).
Advertisement
Webber menjelaskan bahwa metode propaganda kini semakin canggih. Jika sebelumnya kelompok radikal bergantung pada penerjemah manusia yang terbatas, kini mereka mampu menghasilkan terjemahan yang mulus, akurat secara kontekstual, namun tetap mempertahankan intensitas ideologis dalam berbagai bahasa.
Media pro-ISIS di platform terenkripsi diketahui menggunakan teknologi imitasi text-to-speech untuk mengubah teks menjadi konten audio. Hal ini mempercepat penyebaran pesan dengan mengonversi propaganda tertulis menjadi narasi multimedia yang lebih menarik bagi khalayak global.
BACA JUGA
Tak hanya ISIS, kelompok ekstremis sayap kanan dan neo-Nazi juga mulai memanfaatkan aplikasi AI gratis seperti chatbot ChatGPT hingga layanan kloning suara ElevenLabs. Salah satu tren yang viral di platform X, Instagram, dan TikTok adalah pembuatan video pidato Adolf Hitler yang fasih berbahasa Inggris menggunakan teknologi kloning suara.
Berdasarkan penelitian dari Global Network on Extremism and Technology (GNet), konten-konten ini mampu meraih puluhan juta tayangan dalam waktu singkat, sehingga memperluas jangkauan ideologi berbahaya mereka.
Digitalisasi 'Kitab Teror' melalui AI
Kelompok neo-Nazi yang merencanakan aksi teror untuk memicu keruntuhan sosial di Barat juga mulai mengadopsi alat ini. Sebagai contoh, manual pemberontakan bertajuk Siege karya James Mason—yang menjadi rujukan kelompok teroris seperti Base dan Atomwaffen Division—kini telah diubah menjadi buku audio dengan bantuan AI pada akhir November 2025.
Seorang influencer neo-Nazi di Telegram mengaku telah merekonstruksi setiap buletin dan kliping koran menggunakan model suara khusus agar sesuai dengan versi aslinya.
Joshua Fisher-Birch, analis terorisme di Counter Extremism Project, menekankan bahwa digitalisasi konten seperti Siege sangat berbahaya. Buku tersebut dianggap sebagai "kitab sekte" yang mendorong aksi kekerasan pelaku tunggal (lone wolf) dan menjadi bacaan wajib kelompok neo-Nazi pelaku kriminal kekerasan.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa kelompok radikal terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Pihak berwenang dan lembaga kontra-terorisme kini menghadapi tantangan berat untuk menandingi kecepatan inovasi digital yang disalahgunakan untuk menyebarkan paham kekerasan dan merekrut pengikut baru secara daring.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




