Advertisement
China Catat 180 Miliar Paket E-Commerce, 8x Asia Tenggara
Perdana Menteri China Li Qiang dalam satu acara di Jakarta beberapa waktu lalu. - M Agung Rajasa\\r\\n
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—China mencatat pengiriman paket e-commerce mencapai 180 miliar, menurut data State Post Bureau. Angka tersebut setara 8x lipat pengiriman di Asia Tenggara.
Dengan kecepatan pertumbuhan saat ini, volume pengiriman Negeri Tirai Bambu diperkirakan mendekati 200 miliar paket hingga akhir 2025.
Advertisement
Angka tersebut jauh melampaui pasar lain. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat rata-rata mengirim sekitar 23–25 miliar paket per tahun, Uni Eropa gabungan sekitar 18–20 miliar, sementara Asia Tenggara berkisar 23–25 miliar. Artinya, jumlah paket yang dikirim China hampir tiga kali lipat gabungan AS–UE–Asia Tenggara.
Menurut laporan Momentum Works, Selasa (2/12/2025) lonjakan ini bukan semata soal volume. Peningkatan tersebut mencerminkan perubahan struktural yang akan menentukan arah e-commerce global dalam satu dekade mendatang.
BACA JUGA
Sepanjang 2024, China mengirim 175 miliar paket. Tahun ini, volume kembali meningkat, bukan karena belanja konsumen naik, tetapi karena pola konsumsi dan strategi platform berubah.
Kategori harga rendah semakin mendominasi, frekuensi pembelian naik, sementara PDD, Douyin, dan WeChat mendorong model penjualan berharga rendah, impulsif, dan berorientasi konversi cepat.
Di tengah perubahan ini, medan persaingan bukan hanya nilai transaksi (GMV), tetapi juga efisiensi pemenuhan pesanan dan kedalaman rantai pasok. Platform yang unggul adalah yang mampu memperoleh suplai murah dalam skala besar, mempersingkat jalur distribusi dari pemasok ke konsumen, serta menekan biaya pemenuhan per paket secara berkelanjutan.
Dengan biaya logistik kurang dari 1,5 yuan per paket, China memasuki level efisiensi yang belum dapat didekati pasar lain.
Efisiensi tersebut ditopang oleh jaringan pengiriman yang sangat padat, fasilitas penyortiran otomatis berskala masif, serta penetrasi pengantaran hingga tingkat desa dan kota kecil.
Kombinasi ini menghasilkan flywheel yang saling memperkuat: kepadatan jaringan menurunkan biaya, biaya yang lebih rendah mendorong lebih banyak paket, yang kemudian menambah kepadatan.
Infrastruktur ini bukan sekadar logistik murah, melainkan salah satu sistem pemenuhan pesanan paling maju di dunia—yang menjadi fondasi strategi e-commerce global China.
Melalui Temu, TikTok Shop, SHEIN, dan lainnya, China mengekspor model infrastruktur ini ke berbagai negara. Logikanya tetap sama yakni jutaan SKU, agregasi rantai pasok superpadat, permintaan berfrekuensi tinggi, dan penekanan biaya secara agresif untuk menjadikan skala pemenuhan sebagai senjata strategis.
Kini, paket lintas batas berukuran kecil sudah menyumbang hampir seperempat dari total volume paket di Eropa. Platform-platform China juga berekspansi agresif ke Brasil. Kebijakan tarif era Presiden AS Donald Trump justru memiliki efek tak terduga yakni alih-alih memperlambat ekspansi, langkah tersebut membuat platform China memperdalam penetrasi di pasar non-AS dan mempercepat pertumbuhan global.
Di saat yang sama, ekosistem pemain logistik yang didirikan perusahaan China—seperti iMile, Gogo Express, UniUni, dan J&T Express ikut berkembang dengan menumpang lonjakan volume paket tersebut. Jaringan yang sama juga kian banyak melayani ekspansi merek-merek China ke pasar internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Dugaan Pembalakan Liar Muncul, Prabowo Dapat Laporan Lengkap
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement



