Advertisement
Wanita Jepang Menikah dengan AI, Gunakan Kacamata AR
Yurina Noguchi - Reuters
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Yurina Noguchi (32) mencuri perhatian dunia setelah menikahi karakter Artificial Intelligence (AI) ciptaannya sendiri dengan bantuan teknologi Augmented Reality (AR) di Jepang.
Fenomena ini memicu perdebatan sengit di kalangan warganet dan pakar mengenai etika serta batasan interaksi antara manusia dengan teknologi.
Advertisement
Yurina Noguchi awalnya adalah seorang operator call center, sebelum menikah" dengan Lune Klaus Verdure, karakter dari sebuah gim video yang ia kembangkan sendiri melalui bantuan ChatGPT.
Meski menuai pro dan kontra, upacara pernikahan tersebut tetap dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekatnya.
BACA JUGA
Untuk menghadirkan sosok sang pengantin pria secara visual, Noguchi menggunakan kacamata Augmented Reality (AR). Teknologi ini memproyeksikan gambaran digital Klaus sehingga tampak nyata berdiri di samping Noguchi saat prosesi pertukaran cincin.
Dalam balutan gaun pengantin ballgown, Noguchi tampak emosional sepanjang acara. Mengingat Klaus tidak memiliki suara komputer, sumpah pernikahan dibacakan oleh perencana pernikahan, Naoki Ogasawara. Kata-kata janji suci yang penuh penghayatan tersebut berhasil membuat Noguchi meneteskan air mata bahagia.
Noguchi menceritakan bahwa hubungannya dengan Klaus berkembang secara organik melalui percakapan intens di platform AI.
"Awalnya, Klaus hanyalah seorang teman mengobrol, tetapi lama-kelamaan kami semakin dekat. Saya mulai memiliki perasaan terhadapnya. Kami mulai berkencan hingga akhirnya dia melamar saya," ungkap Noguchi, dikutup dari Reuters, Kamis (18/12/2025).
Meski bagi sebagian orang hal ini merupakan kebebasan individu, para ahli sosiologi memberikan peringatan serius mengenai dampak sosial jangka panjang. Ichiyo Habuchi, Profesor Sosiologi dari Universitas Hirosaki, menekankan bahwa hubungan dengan AI sangat berbeda dengan hubungan antarmanusia.
"Setiap hubungan manusia sejati membutuhkan kesabaran dan kompromi. AI hanya memberikan interaksi komunikasi yang disesuaikan secara sempurna sesuai keinginan pengguna," ujar Habuchi.
Ia mengkhawatirkan tren ini akan membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk menghadapi dinamika sosial yang kompleks di dunia nyata, karena terbiasa dengan algoritma yang selalu setuju dan "patuh" pada keinginan pemiliknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Apindo Minta Gubernur Tetapkan Upah Minimum 2026 Tanpa Politisasi
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pemuda Pundong Bobol Angkringan Parangtritis karena Tekanan Ekonomi
- 17 Jabatan Kepala Sekolah SD dan SMP di Kulonprogo Masih Kosong
- Pemkot Jogja Siapkan Parkir Resmi Cegah Parkir Liar Stasiun Tugu
- Ekskavasi Terbaru di Pleret Ungkap Dugaan Fondasi Beteng Keraton
- Bawaslu Bantul Perkuat Kemitraan Lintas Sektor Awasi Pemilu
Advertisement
Advertisement




