Advertisement
Ciamik! Google Pakai AI untuk Deteksi Penyakit Kulit

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Google Lens baru saja meluncurkan fitur mencari kondisi kulit, sehingga bisa digunakan untuk deteksi penyakit melalui kecanggihan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Google Lens merupakan fitur pencarian gambar yang ada di aplikasi Google untuk iOS dan Android.
Dilansir dari TheVerge, Jumat (16/6/2023), dalam posting blog terbaru, Google menjelaskan bagaimana fitur ini dapat "mencari kondisi kulit" seperti tahi lalat atau ruam yang mencurigakan. Fitur ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang benjolan di bibir, garis pada kuku, atau rambut rontok di kulit kepala.
Advertisement
Dengan menggunakan Lens, pengguna dapat mengambil gambar atau mengunggah foto kondisi kulit mereka, dan Lens akan memberikan hasil pencarian visual yang relevan untuk memberikan informasi lebih lanjut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Google secara tegas menyatakan bahwa hasil pencarian tersebut hanya berupa "informasi dan bukan diagnosis medis." Google mendorong pengguna untuk berkonsultasi dengan otoritas medis untuk mendapatkan saran yang tepat.
Baca juga: Erick Ungkap Alasan Larang Suporter Tim Tamu Datang saat Liga 1
Google telah menjelajahi penggunaan kecerdasan buatan dalam pengenalan gambar untuk kondisi kulit selama beberapa tahun terakhir.
Pada konferensi pengembang pada 2021, Google memperkenalkan alat yang dapat mengidentifikasi kondisi kulit, rambut, dan kuku dengan menggunakan foto dan tanggapan survei.
Alat tersebut dapat mengenali 288 kondisi yang berbeda dan memberikan tiga saran teratas yang benar dalam 84 persen kasus.
Saat ini, alat DermAssist Google sedang menjalani pengujian pasar lebih lanjut melalui rilis terbatas. Meskipun alat ini memiliki label CE sebagai Perangkat Medis Kelas 1 di Wilayah Ekonomi Eropa, alat ini belum dievaluasi oleh FDA Amerika Serikat dan hanya dimaksudkan untuk tujuan informasi, bukan diagnosis medis.
Bukan Diagnosis
Meskipun Google menyertakan penegasan bahwa hasil pencarian merupakan informasi dan bukan diagnosis, ada kemungkinan orang akan mencoba menggunakan alat ini untuk mendiagnosis diri sendiri. Menambahkan penafian semacam itu mengalihkan tanggung jawab ke pengguna sementara Google tetap menyediakan layanan serupa.
Penting juga untuk berhati-hati dalam menggunakan alat diagnostik kecerdasan buatan. Salah satu kritik yang sering muncul terkait pengidentifikasian kondisi kulit adalah ketidakakuratan alat tersebut untuk pengguna dengan warna kulit yang lebih gelap.
Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya representasi data yang mencakup berbagai jenis kulit dalam basis data gambar yang digunakan untuk melatih sistem kecerdasan buatan dapat mengurangi akurasi pengenalan kondisi kulit pada individu dengan warna kulit gelap.
Google telah berusaha untuk mengatasi masalah ini. Mereka bekerja sama dengan profesor Harvard, Ellis Monk, untuk mempromosikan Monk Skin Tone Scale (MST) dan praktik terbaik dalam pengembangan kecerdasan buatan. Google mengklaim bahwa menggunakan Skala MST, tim mereka telah meningkatkan pelabelan data pembelajaran mesin, melakukan penelitian etnografi, dan menguji keadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Periksa Politikus PKB, KPK Dalami Dugaan Pesanan Proyek oleh Pejabat Kemnaker
Advertisement

Di Coober Pedy, Penduduk Tinggal dan Beribadah di Bawah Tanah
Advertisement
Berita Populer
- Peringati Hari Pariwisata Internasional, Masata DIY Angkat Isu Sampah
- Prakiraan Cuaca di DIY, Jumat 29 September 2023, Siang Hari Panas Menyengat dengan Suhu Udara Capai 30C
- Beli Tiket KA Bandara YIA-Stasiun Tugu Jogja, Cek Caranya di Sini
- Jadwal keberangkatan KA Bandara YIA dari Stasin Tugu Jogja, Jumat 29 September 2023
- Jadwal KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja Hari Ini, Jumat 29 September 2023
Advertisement
Advertisement