Begini Strategi Produsen-Produsen Mobil Listrik Dunia Demi Saingi China
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Sejumlah produsen mobil di dunia menyusun strategi untuk mengalahkan China yang terlebih dahulu memproduksi mobil listrik berteknologi maju dengan biaya rendah.
Dilansir dari Bloomberg, isu besar di industri otomotif global adalah sulitnya produsen-produsen mobil, bahkan yang sudah memiliki nama besar, untuk bersaing dengan mobil-mobil buatan China. Harga miring dan teknologi yang maju membuat mobil-mobil asal Negeri Panda mampu bersaing dengan cepat di pasar global.
Advertisement
Setahun belakangan, Tesla dan beberapa produsen mobil berulang kali memangkas harga, menekan pengeluaran, dan mengurangi tenaga kerjanya untuk bisa bersaing di pasar. Model-model mobil dengan harga yang lebih murah pun diperkenalkan, seperti Citroen e-C3 Stellantis, Renault 5, dan Volvo EX30. Tesla dan Build Your Dream (BYD) juga berinvestasi dalam penggunaan baterai lithium-iron-phosphate atau lithium ferrophosphate (LFP) pada produk kendaraannya yang memiliki kepadatan energi lebih rendah, murah, berumur panjang, dan dianggap lebih aman dibandingkan baterai berbasis nikel-kobalt-mangan.
Selain itu, Volkswagen, Toyota, BYD, dan perusahaan baterai China Contemporary Amperex Technology berupaya mengembangkan baterai solid-state yang dapat membuat kendaraan listrik menjadi lebih efisien serta terjangkau. Di Amerika Serikat (AS), investasi sebesar US$55,1 miliar untuk manufaktur baterai dan US$16,1 miliar untuk pabrik kendaraan listrik diumumkan pada tahun yang sama dengan pengesahan Inflation Reduction Act (IRA), undang-undang mengenai energi bersih dan lingkungan.
Baca Juga
Mulai April 2024, Indonesia Produksi Massal Baterai Kendaraan Listrik
Motor Listrik Citroen Dirakit di Indonesia Juli 2024
Galau Mau Beli Mobil Listrik, Simak Informasi Ini Sebelum Memutuskan
Meskipun hal tersebut dapat menimbulkan lonjakan kapasitas baterai untuk kendaraan listrik, dampak langsung dalam pembuatan mobil dapat ditekan karena banyaknya produsen yang masih bergantung pada teknologi China. Namun demikian, persyaratan dalam IRA mengenai besaran nilai komponen dan asal bahan baku baterai akan ditingkatkan pada 2024 hingga 2030. Pada 2023, hanya 14 produk mobil yang memenuhi syarat untuk mendapat subsidi pembelian IRA.
Persyaratan tersebut menimbulkan masalah besar bagi produsen yang bergantung pada teknologi, bahan mentah, dan komponen China, seperti General Motors (GM) dan Ford Motor Co., dalam menghadapi reaksi konsumen terhadap tingginya harga sehingga membuat mereka rugi miliaran dolar pada jajaran kendaraan listrik.
Reaksi terhadap pengesahan IRA juga ditunjukkan Jerman, Perancis, dan Spanyol dengan mengumumkan kredit pajak serta paket bantuan untuk investasi kendaraan listrik. Produsen kendaraan Eropa seperti Volkswagen, Stellantis, dan Renault SA juga sedang mengembangkan pabrik mobilnya untuk meluncurkan produk bertenaga baterai serta mendirikan pabrik baterai, baik secara individu maupun bermitra.
Gandeng Korsel
Berbagai eksekutif industri telah melakukan kerja sama yang luas dengan berbagai mitra sebagai solusi untuk menyamai levelnya dengan China dalam memproduksi kendaraan listrik. Korea Selatan (Korsel) sebagai pesaing China di sektor baterai, yang melahirkan Samsung SDI Co., LG Energy Solution Ltd., dan SK On Co., dipandang sejumlah pihak sebagai solusi karena statusnya yang merupakan mitra perdagangan bebas dengan AS.
Meskipun tidak memiliki banyak cadangan logam baterai, potensi investasi Korea Selatan menjadi menarik bagi produsen mobil barat yang mencari pasokan bahan kimia baterai seperti nikel sulfat, kobalt sulfat, dan lithium hidroksida. Sejak IRA berlaku, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hampir US$48 miliar untuk membangun pabrik baru yang memproduksi bahan kimia, katoda, dan baterai jadi di dalam negeri serta Amerika Utara, menurut perhitungan Bloomberg.
Meskipun begitu, produksi baterai Korea Selatan secara historis bergantung pada bahan mentah yang bersumber dari China. Pada 2023, negara ini memperluas program subsidi karena penjualan kendaraan listrik yang melambat di tengah kelesuan perekonomian.
Perlu diketahui, setengah dari kendaraan listrik yang dipasarkan secara global merupakan produk China sehingga membuat negara tersebut berhasil mengambil pangsa pasar domestik, bahkan mampu menyalip Tesla sebagai pembuat kendaraan listrik terbesar di dunia pada kuartal IV/2023 melalui BYD, perusahaan dalam negerinya.
Analis UBS memperkirakan pangsa pasar global China meningkat dua kali lipat menjadi 33%, sedangkan produsen mobil tradisional barat akan mengalami penurunan dari 81% menjadi 58% pada 2030. Dominasi China di pasar global tidak terlepas dari banyaknya konsumen yang ingin turut bertransformasi kepada kendaraan listrik, sehingga menyumbang seperempat dari seluruh penjualan mobil penumpang baru China pada 2023, dibandingkan 15,7% penjualan di Eropa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kena OTT KPK, Gubernur Bengkulu Dibawa ke Jakarta untuk Pemeriksaan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pelaku Praktik Politik Uang Bakal Ditindak Tegas Polres Kulonprogo, Ini Hukumannya
- 3 Alasan Relawan Bolone Mase Mendukung Penuh Kustini - Sukamto di Pilkada Sleman
- KPU Bantul Petakan TPS Rawan Bencana Hidrometeorologi, Ini Lokasinya
- Lestarikan Warisan Budaya Tak Benda, Kementerian Kebudayaan Gelar Indonesia ICH Festival di Jogja
- Kampanye Pilkada Kulonprogo Rampung, Logistik Siap Dikirim
Advertisement
Advertisement