Kemenkominfo Tegaskan Satelit Starlink Bakal Ganggu Satria-1
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Meski satelit Starlink beroperasi di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memastikan hal tersebut tak mengganggu Satelit Republik Indonesia (Satria-1) milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail menjelaskan frekuensi yang dimiliki Starlink berbeda dengan Satria-1, sehingga tidak akan mengganggu ranah Satria-1.
Ismail menuturkan Satria-1 memiliki frekuensi Ka-Band. Jenis frekuensi ini sendiri merupakan pita frekuensi yang berada dalam rentang 26.5 hingga 40 GHz yang mampu menghadirkan kapasitas bandwidth yang lebih besar dan lebih cepat, demikian dikutip dari Prima Com, Jumat (17/5/2024). “Nah, untuk Starlink ini dia menggunakan banyak spektrum, karena dia perizinannya itu sebenarnya global. Dia kan konstelasi LEO [Low Earth Orbit]. Konstelasi itu artinya ribuan satelit yang beredar mengelilingi bumi, menjangkau seluruh dunia. Izin konstelasi penggunaan frekuensinya untuk dunia,” kata Ismail dalam acara Ngopi Bareng di Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Advertisement
Baca Juga
Starlink Elon Musk Akan Resmi Diluncurkan di Indonesia 2 Pekan Lagi
Starlink Masuk Indonesia, Ini yang Dikhawatirkan APJII
Mengenal Starlink yang Bakal Masuk Indonesia Tahun Depan
Ismail menjelaskan bahwa setiap satelit ingin beroperasi ke suatu negara, maka satelit harus mengikuti peraturan dan regulasi yang ditetapkan negara tersebut atau landing rights (hak labuh), termasuk Starlink. Untuk itu, dia menyampaikan Starlink dan Satria-1 tidak mengalami konflik. “Untuk Satria-1 dengan Starlink ini tidak konflik, karena itu sudah diatur di ITU [international telecommunication union] melalui radio regulation, ada forumnya kita berdiskusi secara dunia untuk mengatur spektrum frekuensi ini,” jelasnya.
Ismail menambahkan bahwa spektrum frekuensi bukan hanya ditentukan oleh negara itu sendiri, mengingat spektrum frekuensi bersifat borderless. “Jadi spektrum frekuensi itu referensinya dunia, makanya tidak ada konflik antara Satria-1 dengan Starlink,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan bahwa biaya penggunaan spektrum frekuensi Starlink sudah dibayar terlebih dulu, sehingga Izin Stasiun Radio (ISR) terbit.
“Sudah bayar, berapa puluh miliar rupiah. Tapi itu sudah dibayar duluan, sebelum keluar izin dia sudah bayar. Kalau nggak bayar, nggak keluar itu ISR [Izin Stasiun Radio],” imbuhnya.
Dia menjelaskan biaya penggunaan spektrum ini akan naik setiap tahun. Adapun, dasar hukum pengenaan tarif ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 43/2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kemenkominfo.
“Berapa dia pakai, ya dia akan bayar sesuai dengan tabel tarif itu. Dia kena juga sama sesuai dengan spectrum fee dan bayarnya setiap tahun, bayarnya di muka, bukan belakangan, baru keluar izinnya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Liga 1 Besok, PSS Jamu PSBS Biak, Ini Head to Head Kedua Tim
- KPU Bantul Mulai Mendistribusikan Undangan Nyoblos di Pilkada
- KPU Bantul Pastikan Pemilih Tidak Memenuhi Syarat Telah Dicoret dari DPT
- KPU Sleman Memprediksi Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS Rampung Maksimal Jam 5 Sore
- Indeks Masih Jomplang, Penguatan Literasi Keuangan Sasar Mahasiswa UGM
Advertisement
Advertisement